KISAH YE FENG DAN CARLOS

2014-04-22 / Erin Cipta / KISAH YE FENG DAN CARLOS / Indonesia 印尼 / Teman (Kuan Ami)

KISAH YE FENG DAN CARLOS

Cerpen oleh: Erin Cipta

Ye Feng kegirangan bercanda dengan Carlos, seekor anjing peranakan Akita yang berbulu lebat berwarna putih dan coklat keemasan. Ye Feng yang pendek gempal tampak lucu bergelut dengan Carlos yang besarnya hampir sama. Tawanya riang, disela oleh salak Carlos yang nyaring. Mereka berkejaran, bergulingan, dan berpelukan seperti sepasang bocah kecil.

Aku pekerja rumah tangga keluarga Wu yang tinggal di dekat pelabuhan, daerah Yilan. Perkerjaan utamaku mengurus seorang lansia, Ibu Tuan Wu, yang sebenarnya sehat, namun karena usianya hampir 100 tahun, maka apapun yang dilakukannya selalu butuh dibantu. Tugaskulah membantu segala keperluan Ama, begitu kami memanggilnya. Namun aku tetap harus melakukan pekerjaan bersih-bersih dan mamasak.

Keluarga Wu sangat baik. Tuan dan Nyonya bekerja setiap hari.  Ye Feng-anak sulung mereka, pemuda usia 26 tahun ini adalah seorang lelaki dewasa yang terjebak dalam alam pikir anak kecil. Badannya gemuk gempal, dan wajahnya bulat kekanakan. Lidahnya seolah selalu tergigit, hingga bicaranya kurang jelas dan selalu berliur. Ye Feng menyandang Down Syndrome. Meski begitu, dia tidak tergantung pada orang lain. Dia bisa melayani dirinya sendiri dan tidak merepotkan. Sedangkan adiknya, Zhi Chen, tengah menjalani wajib militer.

Keluarga ini memelihara dua ekor anjing. Seekor yang berjenis Akita bernama Carlos. Inilah anjing kesayangan Ye Feng. Menurut cerita Ama, Ye Feng memiliki Carlos sejak usia 12 tahun. Jadi saat ini Carlos sudah sangat tua untuk ukuran anjing Akita, yaitu 14 tahun. Selama itu pula Ye Feng dan Carlos menjadi sahabat tak terpisahkan. Kulihat banyak foto keluarga, hampir seluruhnya terdapat Carlos di dalamnya. Dari ketika masih bisa digendong Ye Feng, sampai hampir sama besar dengan badan tuannya.

Satu lagi anjing Dobberman bernama Champion yang terlihat garang, namun ternyata sangat bersahabat dan sopan. Champion tidak pernah mengganggu ketika aku membersihkan kandangnya. Begitu pula ketika Tuan memberinya makan, Champion akan menunggu dengan tenang.

~~~~~~~

Pagi yang sepi, aku sudah terbangun untuk menyiapkan sarapan bagi keluarga Wu. Aku bekerja di dapur dalam suasana hening. Semua masih terlelap. Pagi sejuk memang sangat nyaman untuk tidur, bahkan untuk anjing sekalipun.

Namun dari arah kandang anjing aku mendengar erangan seperti suara anjing yang kesakitan. Karena penasaran, kuintip kandang yang berbentuk rumah kecil. Aku melihat Champion melingkar tenang. Ketika kulongok kandang Carlos, aku terkejut sekali ...

”Carlos! Kamu kenapa?” Tanpa sadar aku memekik.

Kulihat darah bececeran di alas kain tempat Carlos berbaring. Posisi Carlos miring dengan kaki lurus. Matanya terbuka sayu. Aku panik tapi tak berani menyentuhnya. Maka aku berlari menuju kamar Tuan dan Nyonya.

Kuketuk pelan pintu kamar. Aku gugup sekali. Mungkin wajahku pucat. Entahlah, aku hanya merasakan bibirku kaku dan lidahku kelu. Nyonya membuka pintu pelan.

”Ada apa?” tanya Nyonya.
”Carlos ... Carlos ... Berdarah,” terbata-bata aku berusaha menjelaskan.

Nyonya sigap beranjak ke kandang Carlos. Setelah melihat dan menyentuh badan Carlos, Nyonya berteriak memanggil suaminya. Karena teriakan itu, bukan hanya Tuan yang tergopoh-gopoh keluar kamar, Ye Feng juga terlihat berlari terburu-buru mendekat. Dan demi melihat keadaan Carlos, Ye Feng langsung berteriak menubruk tubuh Carlos yang terbaring lemas di atas ceceran darah. Dia menangis sejadi-jadinya.

Aku segera teringat Ama yang pasti terbangun oleh kegaduhan ini. Kuhampiri kamar yang kami tempati berdua. Belum sempat kubuka pintu, Ama sudah tertatih-tatih keluar dari kamar. Kuraih tangan Ama dan kutuntun. Aku jelaskan bahwa Carlos berdarah, tapi aku tak tahu kenapa. Ama tampak sangat cemas dan berusaha ikut melihat Carlos di kandangnya.

Kulihat Tuan dan Ye Feng mengangkat tubuh besar Carlos dan membaringkannya di sofa panjang yang telah dilapisi kain tebal oleh Nyonya. Mereka semua terlihat cemas. Bahkan Ye Feng terus menangis dan menyebut-nyebut nama Carlos tanpa henti. Champion ikut bangun dan hilir mudik sambil sesekali menyalak seakan bertanya apa yang terjadi.

Veterinarian, atau dokter hewan datang karena ditelepon oleh Tuan.
”Mungkin distemper,” kata sang dokter setelah memeriksa Carlos.

Carlos buang kotoran berupa darah segar. Dokter menganjurkan untuk membawa Carlos ke klinik hewan dan menjalani pengobatan. Ye Feng melarang dokter maupun Tuan membantunya mengangkat Carlos ke dalam mobil. Pemuda gempal itu berusaha sendiri susah payah membopong anjing besarnya. Kulihat Nyonya dan Ama menyusut butir bening yang mengalir di ujung mata.

~~~~~~~

Sudah dua bulan sejak kejadian itu, suasana rumah berubah. Keceriaan berkurang karena Ye Feng dan Carlos yang terbiasa membuat gaduh dengan bermain-main bersama, kini lebih banyak diam. Carlos memang sudah sehat, namun tidak sepenuhnya kembali seperti semula. Kini Carlos menjadi lamban. Dia tidak lagi senang berkejaran dan bergulingan seperti dulu. Ajakan Ye Feng bermain lempar tongkat atau bola kerap diabaikannya. Dia lebih banyak duduk atau berbaring saja melihat Ye Feng bermain dengan Champion.

Dokter hewan pun masih kerap berkunjung untuk memeriksa Carlos. Terkadang aku mencuri dengar obrolan dokter dengan Tuan tentang keadaan anjing itu.

”Carlos sudah sangat tua. Dia sudah melewati rata-rata usia hidup anjing Akita. Jantung Carlos bermasalah, pencernaannya juga. Jadi beri dia makanan sesuai yang saya rekomendasikan,” ucap sang dokter.

Ye Feng yang selalu ikut mendengarkan benar-benar menuruti nasehat dokter. Dia membuat sendiri catatan jadwal minum obat dan pemberian makan untuk Carlos dengan tulisan tangannya yang seperti cakar ayam. Hanya dia sendiri yang mengerti tulisan itu, Tuan dan Nyonya selalu mengernyitkan dahi saat berusaha membaca catatan Ye Feng.

Hingga suatu sore, wajah dokter teramat sedih sehabis memeriksa Carlos yang kini semakin kurus. Dia berbicara pada Tuan Wu dengan suara pelan.

”Euthanasia bisa menjadi pilihan untuk mengakhiri penderitaan Carlos,” bisik sang dokter.

Aku yang habis menghidangkan teh dan kue melihat Ye Feng mengendap-endap mengintip dan menguping di balik pintu. Ketika kutepuk pundaknya, Ye Feng terlonjak kaget. Dia menempelkan telunjuk di bibirnya menyuruhku diam. Lalu tangannya mengibas-ibas menyuruhku pergi.

Setelah itu keadaan jadi serba kikuk dan canggung. Tuan dan Nyonya jadi sering melamun. Ye Feng juga seperti orang bingung.

Suasana membingungkan ini mencair dengan kepulangan Zhi Chen, adik Ye Feng. Mereka berempat berpeluk-pelukan dan saling berebut cerita. Ama juga tergopoh-gopoh menghampiri cucunya yang berperawakan tinggi besar itu. Tak ketinggalan Champion ikut melonjak-lonjak gembira menyambut tuan mudanya. Aku kebagian sapaan hangat dan permintaan untuk membuatkan mi kuah dari Zhi Chen yang kelaparan.

Ketika mi kuah sudah siap, aku melihat Ye Feng dan Zhi Chen sedang bersimpuh berpelukan di samping Carlos yang terbaring lemah di sofa panjang. Zhi Chen menangis. Tiba-tiba mataku memanas lalu berembun. Apalagi ketika kusaksikan Ye Feng yang seharusnya paling sedih karena anjing kesayangannya sakit, malah menepuk-nepuk pundak menenangkan Zhi Chen.

”Carlos pasti sembuh. Aku selalu memberinya obat,” ucap Ye Feng terbata-bata.

”Kakak, mi kuah sudah siap. Silakan dinikmati,” ucapku sopan.
”Terima kasih, Aling,” sahut Zhi Chen.

Pemuda gagah itu makan dengan mata masih terus berair. Aku jadi terharu. Apalagi ketika kulihat Ye Feng bersimpuh mengelus-elus Carlos sambil bernyanyi pelan seperti ingin menina-bobokan anjing kesayangannya itu.

~~~~~~~

Setiap hari akulah yang pertama bangun tidur, lalu membuka semua jendela dan pintu. Tapi pagi ini aku sangat terkejut karena pintu depan dan gerbang sudah terbuka. Tidak mungkin Tuan lupa mengunci. Hilir mudik kuperiksa pintu dan jendela yang lain. Semua masih terkunci kecuali dua pintu itu. Pencuri? Ah, mustahil. Aku tak mendengar salak anjing semalam.

Oh ya, anjing! Segera kuperiksa kandang mereka. Champion masih mendengkur tapi Carlos tidak ada di kandangnya, juga di atas sofa panjang. Kemana anjing itu? Mungkinkah dibawa Ye Feng tidur di kamarnya?

Ketika kulongok kamar Ye Feng, aku benar-benar panik dan kuatir. Ternyata dia tidak ada. Lemari pakaiannya berantakan, dan air masih mengucur dari kran wastafel. Ye Feng dan Carlos hilang!

”Tuan ... Nyonya ... Kakak Ye Feng dan Carlos hilang!” Dengan panik kuketuk kamar Tuan sambil berseru.

Setelah itu rumah menjadi gaduh. Tuan dan Nyonya hilir mudik memeriksa seluruh bagian rumah. Zhi Chen membawa Champion keluar berkeliling di jalan sekitar sampai ke pelabuhan mencari Ye Feng. Nenek yang gemetar ikut melongok-longok sambil memanggil nama Ye Feng berkali-kali. Semua panik.

Seharian penuh kami sibuk mencari Ye Feng dan Carlos. Kuceritakan semua yang kulihat di pagi hari pada polisi yang dipanggil Tuan. Aku tetap bekerja menyiapkan makanan, namun tak disentuh sedikitpun oleh mereka, kecuali Ama yang kupaksa dengan kusuapi pelan-pelan. Zhi Chen sibuk menelepon dan menghubungi kawan-kawannya. Dia menyebar foto Ye Feng dan Carlos lewat media sosial.

”Aling, kamu punya banyak kawan di Taiwan, bukan? Bantu aku menyebar foto kakakku, siapa tahu kawanmu ada yang melihat,” pinta Zhi Chen.

Aku melakukannya dengan dada bergemuruh. Sungguh, aku merasakan kekalutan keluarga Wu.

~~~~~~~

Lima hari sudah Ye Feng dan Carlos menghilang. Beberapa kali kami mendapat informasi yang samar-samar dan tidak pasti, lalu Tuan dan Zhi Chen pasti akan segera menuju tempat itu meski jauh di luar kota. Namun semuanya masih nihil.

Di hari keenam, aku mendapat informasi dari seorang kawan. Dia mengirimiku sebuah foto kecil yang tidak begitu jelas. Dalam foto itu tampak seorang lelaki gemuk pendek sedang tidur melingkar memeluk anjing di antara tumpukan patung, boneka dan topeng naga untuk pertunjukan. Kutunjukan pada Zhi Chen dan kuberitahu lokasinya, yaitu di sebuah kuil kecil dekat pasar di daerah Wen Shan, Taipei.

”Hubungi temanmu itu, pastikan Ye Feng masih ada di sana. Ayo, kamu ikut kami ke sana!” pinta Tuan.
”Tapi, bagaimana dengan Ama?” aku bertanya ragu. Bagaimanapun Ama tetap menjadi tanggung jawabku.
”Aku ikut menjemput Ye Feng,” kata Ama.

Perjalanan ke Wen Shan makan waktu hampir dua jam. Ketika akhirnya kami sampai di dekat pasar, hari sudah sore. Pasar kecil ini sudah sepi sehingga mobil kami bisa masuk lebih dekat ke kuil. Kami hanya bertemu orang yang sedang menyapu di jalan dekat gerbang kuil.

”Maaf, Tuan, apakah anda melihat orang ini dan anjingnya?” tanya Zhi Chen sopan sambil mengulurkan selembar foto.

Orang itu berhenti menyapu dan meraih foto itu.

”Oh, dia ada di dalam kuil sedang berdoa. Sudah empat hari dia numpang tidur di gudang tempat pertunjukan itu. Setiap pagi, siang, sore, malam, dia selalu sembahyang dan menitipkan anjingnya padaku. Kadang dia gendong anjing besarnya masuk kuil untuk berdoa bersama. Itu, sekarang dia bersama anjingnya di dalam.” Si Tukang Sapu bercerita dengan wajah sedih.

Lalu kami beriringan masuk ke komplek kuil. Di altar sembahyang kami melihat Ye Feng berlutut sambil membungkuk dan memegang hio berasap yang ditempelkan ke dahinya. Di sampingnya terbaring Carlos yang semakin kurus.

Seperti tak menyadari kehadiran kami, Ye Feng terus berdoa dengan suara agak keras namun tersendat-sendat.

”Dewa, aku tidak tahu yang terjadi, tapi aku merasa ada yang hendak mengambil Carlos dariku. Bila itu Engkau, maka tinggalkan jiwanya untuk terus menemaniku. Aku tidak suka dengan dokter yang dulu itu,”

Doa polos Ye Feng menguak semua misteri. Nyonya terisak tanpa bisa ditahan. Mendengar isakan itu, Ye Feng berhenti berdoa dan menoleh.

”Mau apa kalian? Jangan ambil Carlos!” seru Ye Feng sambil merengkuh Carlos yang terbaring lemas.

”Tidak, Nak. Tidak. Kami tidak akan mengambil Carlos darimu. Ayo kita pulang, kita obati Carlos sampai sembuh,” ucap Tuan.

Perlu beberapa waktu untuk benar-benar membuat Ye Feng mau menurut ikut pulang bersama kami. Zhi Chen membantu Ye Feng mengangkat Carlos ke dalam mobil. Zhi Chen yang mengemudi dan Tuan duduk di sampingnya. Bangku tengah ditempati Nyonya, Ye Feng dan Carlos. Di bangku belakang aku duduk bersama Ama, memangku tas kain bawaan Ye Feng. Beberapa helai baju Ye Feng tergulung bersama obat-obatan Carlos dan lembaran kertas berisi tulisan tangannya yang berantakan.

Baru saja kami hendak masuk jalan bebas hambatan, Ye Feng berkata dengan sangat tenang pada Nyonya,
”Mama, Carlos tidak bernapas,”

Kami semua terperanjat kaget. Zhi Chen langsung menepikan mobil ke bahu jalan dan membalik badannya berusaha menyentuh Carlos. Nyonya menangis tergugu membuat kami semua merasa pilu. Dan sebuah ironi kusaksikan di mobil yang terhenti di tepi jalan ramai.

Seharusnya Ye Feng menjadi orang yang paling bersedih karena kematian Carlos. Namun yang kulihat sungguh kebalikannya. Ye Feng adalah satu-satunya yang tersenyum tenang. Dia bahkan mengusap tangan keluarganya bergantian untuk menenangkan mereka. Akupun menangis kini, meski tak tahu alasan tepatnya untuk apa.

Rona jingga langit senja menjadi latar tumpahnya air mata keluarga Wu. Ratusan mil jauhnya dari tanah kelahiranku, Indonesia, aku menjalani peran dan saksi dari drama kehidupan yang mengharu biru. Aku belajar tentang persahabatan, kesetiaan, pengorbanan, doa, harapan, dan keikhlasan melepas kecintaan dari seorang pemuda istimewa dan anjingnya yang setia, Ye Feng dan Carlos.

~~~~~Tamat~~~~~~

Taipei, 16 April 2014

Keterangan:
Down Syndrome: Kelainan genetik yang menyebabkan terhambatnya perkembangan fisik dan mental (keterbelakangan)

Distemper: Penyakit pada hewan karena virus yang menyerang saluran pernapasan, pencernaan dan syaraf pusat. Dapat menyebabkan kematian.

Euthanasia: Menyuntikkan obat mematikan dengan tujuan membunuh tanpa menyiksa.



Recommendation1(評審評語1):
Sangat  menginspirasi, mengingatkan dan menyadarkan  kita sebagai manusia untuk selalu menyayangi makhluk dan kehidupan dari ciptaan tuhan.  Seorang anak penderita Down Syndrome (YE FENG)  saja bisa sangat dekat dan menghargai kehidupan  binatang (Carlos/anjing peliharaannya) harusnya kita yang sehat bisa melakukan lebih dari apa yang dilakukan YE FENG.

Recommendation2(評審評語2):
I choose this story because she could represent the relation between migrant workers and their family host from a third person perspective. Readers can feel how strong the relation from the metaphor of man and dog that being manifested on Ye Feng and Carlos. The story is also really simple but have a strong feeling inside it. She also use a simple words, with a clear idea of each paragraphs. The flow of the story is very fluid. For the revisions, maybe she can put some dialogue in it, to emphasize the connection between each character more clearer.