Suara Hati Yang Tulus



2014-05-29 / JURAGAN CINTA KASIH Suara Hati Yang Tulus / Indonesia 印尼 / tidak ada

Suara Hati Yang Tulus,
Kisah hidup saya sewaktu kerja di Taiwan


Permulaan

Suatu hari cerah, saya membuka mata saya, yang saya lihat adalah langit cerah dan suara burung berkicau menghibur hati saya yang telah tersakiti karena meninggalkan keluarga saya yang jauh di kampung halaman saya. Tetapi saya tetap teguh dan berani menghadapi masa depan karena saya telah berhasil diterima Visa kerja saya untuk kerja di Taiwan. Saya berdoa kepada Tuhan, semoga ini jalan yang terbaik bagi saya, semoga keberanian saya tidak sia-sia.

Dengan hati yang penuh semangat kerja saya berangkat dari Agensi Indonesia menuju ke bandara Jakarta, Saya percaya saya punya kemampuan untuk membantu kesulitan keuangan keluarga saya sekarang yang bekerja sebagai petani yang kerap dilanda musim kemarau dan juga bisa mencari nafkah untuk membantu ayah saya yang telah terdiagnosa penyakit hati ringan 2 bulan yang lalu. Air mata menyelimuti muka saya dan keluarga sewaktu berpisah.

Sesampainya di bandara Jakarta saya terkesima atas megahnya gedung bandara dan ribuan manusia yang lalu lalang dengan gerakan yang sangat tergesa gesa tetapi sangatlah teratur. Tidaklah heran itu adalah demikian karena ini adalah bandara ibukota negri tercinta saya Indonesia. Setelah proses selesai di bandara maka saya naiklah ke pesawat terbang untuk pertama kali di dalam hidup saya, rasa gugup, takut bercampur bahagia menyelimuti hati saya sepanjang perjalanan. Beruntung saya mendapati tempat duduk di samping jendela, Jakarta, kota yang kerap dengan kemacetannya terlihat tertata rapi dan cukup asri dari mata seekor burung tinggi diatas langit.
Masa “Bulan Madu”

Sampailah saya di bandara negara Taiwan, Pilot sudah memberikan sambutan selamat datang tetapi sekarang bahasa yang dipakai telah dirubah menjadi bahasa Mandarin dan Inggris, saya mengerti karena saya belajar serius sewaktu di bangku SMA. Kesan pertama melihat bandara di Taiwan, saya tidak bisa menutup mulut saya karena terkesima atas kemodrenan desain dan kecanggihan fasilitas bandara, saya tanya petugas bandara pakai mandarin dasar yang saya pelajari di Indonesia, zhe ge shi shen me? Menanyakan apakah nama alat yang seperti eskalator tetapi datar, Travellator ujarnya.

Bukan hanya fasilitas di dalam bandara saja yang yang luar biasa, sistim transportasi sangatlah tertata dan terencana, seperti skyway (kereta listrik) yang menghubungi ke dua terminal bandara dan juga terkoneksi dengan kereta api peluru dan jalan tol, sangatlah mudah untuk kemana-mana, belum lagi papan petunjuk jalan ada di setiap sudut bandara.

Petugas imigrasi sewaktu di Jakarta bertampang sangar, sapaan saya juga tidak berkenan dijawab, lain cerita dengan petugas imigrasi bandara Taiwan, kata pertama yang saya dengar adalah Ni Hao ! dengan raut wajah yang ramah dan menyenangkan hati saya yang sangat gugup di negara asing yang tulisannya tidak saya mengerti sama sekali.

Karena tujuan saya untuk bekerja, maka saya juga tidak berbuang-buang waktu lagi untuk jalan-jalan di sekitar bandara yang bersih nan megah ini, saya langsung diantarkan oleh supir agensi saya ke kantor imigrasi untuk menekan sidik jari dan urus ARC. Seperti yang diprediksikan, kantor imigrasi menyelesaikan tugas dengan penuh efisiensi dan juga muka ramah, sewaktu ibu petugas sidik jari (orang Taiwan) menyatakan “duduk, dua jempol, empat jari kiri dan kanan“ saya langsung tersenyum dan bahagia, bahkan Bahasa Indonesia juga dipakai di kantor imigrasi, sebagai WNI saya merasa terhormat.

Sesampainya saya di agensi di Taiwan, sudah berbulan-bulan saya penasaran seperti apakah agensi saya yang di Taiwan? , sebelum datang Taiwan saya pernah beberapa kali interview dengan majikan dan agensi lewat telepon internet (skype) tetapi belum pernah terbaca seperti apakah ruangan kantor disana? Seperti apakah sien shen dan siao cie di kantor? . Akhirnya terjawab juga pertanyaan yang dibenak saya, mari saya bagi sedikit tentang agensi saya, lokasinya di Taipei, kantornya di sebelah 7-eleven dan berada di lantai 9. “Siao cie ni hao !” kata saya sewaktu dijemput di lantai bawah, jawabnya “nihao!” kata siao cie yang putih langsing nan tinggi ini, sebelum saya masuk ke pintu kantor , terpampang plakat nama agensi yang besar, lalu hal pertama yang saya lihat di dinding agensi saya, penuh dengan sertifikat-sertifikat yang ada bendera Taiwan diatasnya dan pasfoto dibawahnya, mungkin sertifikat dari agen/karyawan agensi. Menambahkan kepercayaan diri saya kepada agensi saya.

Setelah menandatangani dokumen-dokumen, lause (guru penerjemah) juga menjelaskan tentang biaya dan cara gajian dan hal hal yang perlu diperhatikan di Taiwan. Kesannya jelas, simpel dan transparan. Beruntung deh saya mendapat agensi yang kesannya bagus, jujur dan ramah, saya juga dikasih satu buku bahasa cukup tebal dan di dalamnya cukup mendetail untuk mengajari saya tentang bahasa mandarin. “Kalau ada apa-apa, masalah dan pertanyaan tentang apa saja, silahkan telepon ke nomor HP saya ya!” pesan lause penerjemah. Kartu nama ejen dan juga lause penerjemah juga dikasihkan ke saya, memberikan rasa dan kesan dilindungi dan dijaga oleh agensi Taiwan.

Sesampainya ke rumah majikan saya di Taiwan saya disambut dengan penuh ramah tamah dan dengan sikap yang sangat segan, ditawari tempat duduk dan juga bahkan ditawari air minum, perasaan saya yang penuh gugup awal mulanya telah berganti dengan hati yang senang. Saya menjaga nenek/ama yang terkena penyakit pikun seperti yang dikatakan dokter sewaktu medikal, di rumah ada sien sen,tai tai dan juga kedua anaknya yang sudah duduk di bangku sekolah SMP. Sangat senang bahwa ejensi dan penerjemah tidak tergesa-gesa untuk pergi setelah mengantari saya ke rumah majikan. Penerjemah pun juga ikut menjelaskan semua apa yang perlu saya ketahui mengenai jadwal kehidupan ama, obat-obatan dan makanan sehari-hari. Saya senantiasa dengan inisiatif mencatat semua. Kerjaan ini sama persis dengan perincian job yang saya pilih sewaktu di Indo sebulan yang lalu. Sangat jujur, jelas dan transparan, oleh karena itu, saya sangat berterima kasih oleh orang-orang yang telah bekerja keras memberikan saya kesempatan kerja di Taiwan. Dan saya bertekan akan selesai kontrak 3 tahun saya, semoga lancar.

Jia yo ! saya utarakan dengan lantang sebelum ejen pulang dari rumah majikan yang telah menjadi rumah kedua saya di Taiwan.


Jalan berbatu-batu

“wa thia bo ah!” ama sahut ke saya sewaktu saya mencoba komunikasi, rupanya ama ini berasal dari desa di Nantou dan tai tai bilang ama tidak ngerti bahasa mandarin. Untung saja ada buku panduan bahasa yang dikasihkan ejen dan juga tai tai pelan-pelan mengajari bahasa Tai Yi, tentunya saya juga harus semangat belajar dan rajin bertanya. Komunikasi dengan tai tai dan anggota keluarga yang lain juga tidak begitu lancar soalnya kosa kata mandarin saya sangat terbatas, menjadikan komunikasi saya dengan majikan terkesan lucu karena memakai tunjuk-tunjuk dan gerakan badan/ bahasa isyarat ( haha, seperti orang bisu saja). Untunglah taitai sabar dalam mendidik dan mengajari saya.

Ama pikun kadang sewaktu kambuh bisa lebih repot, sering bertanya hal hal yang sama lebih dari 5 kali dan juga kelupaan sudah minum obat atau bahkan sebaliknya, kelupaan belum minum obat. Kasihan si ama dulunya guru SD yang gemar menulis dan membaca buku, sekarang termakan oleh kejamnya waktu.

Kiranya saya makanan di Taiwan seperti makanan oriental di Indonesia, rupanya jauh berbeda. Pernah saya diajak keluarga jalan jalan ke pasar malam untuk makan malam. Jajanan di pasar malam sangatlah enak, apalagi saya sendiri penggemar kue dan gorengan tetapi satu saja makanan yang membuat saya terkejut, Chou Tou Fu atau Tahu Busuk, namanya menjelaskan segalanya, busuknya itu boleh dibilang luar biasa, aromanya mengingatkan saya dengan aroma sampah busuk yang dibakar dan juga bau badan yang berkeringat, majikan memesan sepiring besar untuk dibagi-bagi, karena saya sudah jauh-jauh kerja di Taiwan dan juga saya penggemar makanan dan suka mencoba-coba rasa yang unik, saya coba-in deh tahu busuk ini, saya mencoba untuk menahan nafas saya dan mencerna tahu beserta kol yang sudah difermentasikan, rupanya lumayan enak, sangat garing dan kolnya juga mengurangi aroma busuknya, tak heran juga mengapa ini salah satu makanan favorit orang Taiwan, coba majikan mencoba petai atau jengkol, apakah mereka bisa suka ya?.

Saya telah jatuh sakit, kepala pusing beserta demam bertepatan pada pergantian musim dari musim panas menjadi musim dingin kira-kira bln 10, sebentar panas sebentar dingin dan hujan, mungkin karena cuaca saya jatuh sakit. Tai tai bawa saya ke dokter dan diperbolehkan untuk istirahat tidur siang lebih lama dari biasanya sampai kesehatan saya pulih kembali. Untunglah ada kartu Askes, bayar berobat murah, saya takut banget kalau berobat mahal seperti di kampung, rupanya jauh berbeda berkat pemerintah Taiwan ada program Askes.

Pernah sehari sewaktu dipesan majikan untuk beli sayur saya tersasar tidak bisa pulang karena saya tidak bisa membaca bahasa mandarin, karena alamat jalan semua ditulis dengan bahasa mandarin, saya mondar-mandir cari jalan tetapi tidak ketemu, untung saya diperbolehkan majikan memakai handphone maka saya langsung menelepon taitai dan saya memberikan handphone ke pejalan kaki untuk menjelaskan lokasi saya dan tai tai langsung naik motor untuk mencari dan menjemput saya. Saya terus minta maaf dan takut saya akan dikenakan sangsi tetapi tai tai saya yang sabaran dan lemah lembut bilang ke saya “meikuansi” tidak apa apa “sia ci yao cu yi o” lain kali harus perhatikan jalan ya, “hao !” jawab saya.


Isi Hati Saya

Saya sangat berterima kasih ke Tuhan diberikan majikan yang seperti keluarga sendiri di Taiwan tetapi perasaaan rindu akan keluarga sendiri dirumah tidak bisa dihapus sepenuhnya hanya dengan SMS atau teleponan. Terkadang saya kirim uang dan barang ke keluarga saya ongkos kirim dibantu tai tai, walaupun keluarga tai tai bukan orang yang sangat punya, sien sen hanya seorang tukang jual dan reparasi ban mobil, tetapi mereka sangat disenangi tetangga sekitar dan sesekali saya juga ikut bantu bantu jadi relawan daur ulang dengan di sebuah tempat daur ulang yang mereka jalani selama lebih dari 15 tahun, ama juga ikut berkerja dengan senang hati.

2 tahun 10 bulan telah berlalu, saya menerima kabar dari ibu dikampung mengatakan dengan suara sedih dan sembari nangis “ayah sudah sakit parah nak, pulang ya nak !” ,sebulan yang lalu Ayah dibawa ke rumah sakit di Jakarta untuk di diagnosis hatinya, Ayah rupanya terkena kanker hati stadium menengah dan perlu perawatan lebih lanjut di rumah sakit. Majikan juga meneteskan air mata sewaktu saya mengabari bahwa ayah sudah sakit parah dan perlu pulang lebih awal untuk menjaga ayah.

“sie sie ni, sing ku ni le” Terima kasih atas jasa kamu, kata siensen sewaktu mengantari saya ke bandara berbarengan dengan ama dan taitai. Keluarga di Taiwan telah saya anggap sebagai keluarga saya sendiri maka dari itu, hati saya juga sakit dan sedih untuk meninggalkan mereka dan tai tai juga menunjukkan kesedihannya dari air mata dia. Foto terakhir dijepret 2 kali oleh petugas bandara dengan kamera Polaroid (kamera instan), 1 fotonya untuk saya, 1 lagi fotonya untuk majikan untuk kenang kenangan.

“Jaga diri baik baik, kamu punya masa depan yang baik, karena kamu punya hati yang tulus yang selalu membantu tanpa pamrih dan tetap kirim salam ke kita ya, kalau kita ke Indonesia kita akan berkunjung, jangan lupa kabari kita juga kalau ada kembali ke Taiwan ya, pintu rumah kita selalu terbuka untukmu” kata tai tai sembari memberikan bingkisan amplop merah, “ Ini semoga bisa membantu ayahmu, semoga dia cepat sembuh” , Biasanya saya segan menerima bingkisan uang tetapi teringat ayah yang sangat membutuhkan sekarang, saya hanya bisa berkata “xie xie tai tai, xie xie sien sen”, mata air berlinang saya memeluk ama untuk terakhir kalinya, memeluk tai tai dan menyalami siensen. Setelah itu mulailah saya berjalan ke gerbang imigrasi bandara....

Cinta..., itu tidak terbatas oleh ras, agama, budaya, hubungan sosial dan bahkan bahasa, terbukti dari kisah hidup saya. Cinta adalah bahasa yang tidak kasat mata antar sesama makhluk hidup. Rejeki/uang selalu bisa dicari tetapi kalau kita kehilangan cinta terhadap seseorang, itu akan hilang selamanya, teruslah menebar cinta kasih kepada sesama, memberi tanpa berharap menerima, maka hidup kita tidak akan sia sia yang hanya diperbudak oleh rejeki.