Pelangi di belantara

2014-04-25 / Asih lukito / Pelangi di belantara / Bahasa Indonesia / Tidak ada


Puji syukur kepada Allah yang telah memberi segala kenikmatan dan kesempatan kepada saya untuk berpartisipasi mengikuti karya tulis ini.Salam cinta kepada Rosululloh saw, yang menjadi panutan dan saya ikuti semua ajarannya.Terimakasih kepada teman-teman yang selalu memberi inspirasi dan juga motivasi dalam setiap keterpurukan.Semoga ridho Allah selalu mengiringi,aamiin.

PELANGI DI BELANTARA
Taiwan adalah Negara tujuan utamaku ketika aku merasa negriku sudah tak mampu memberi kedamaian dalam hidupku. Negara non muslim yang dulu pernah ku datangi dan pernah tak ingin ku datangi kembali. Ketika kebutuhan semakin mendesak,dan tak seorangpun memperdulikan teriakan batinku yang mengharap kebahagiaan. Semua aku salahkan,dan aku selalu mengeluh,mengapa aku tak bahagia..!. Banyak orang bilang,seharusnya aku sudah cukup bahagia. Orangtuaku masih lengkap,suami dan anak yang begitu mencintaiku,bahkan mertua yg begitu menyayangiku. Setidaknya masih banyak orang yang lebih sengsara di bandingkan aku,itulah kata mereka. Tapi tidak denganku,yang tak mau menerima begitu saja hal itu. Dan ahirnya akupun memburu kebahagiaan itu di negri Formosa ini. Dan yang kini baru ku sadari,bahwa semua itu hanyalah kebahagiaan duniawi belaka,kedamaiann yang sesungguhnyapun tak ku dapati.
Tiga tahun menapaki langkah di Formosa,akupun mulai terpengaruh dengan kehidupan orang-orang cina. Meninggalkan perintah dan larangan sebagai seorang muslim tanpa merasa berdosa. Adalah hal yang sangat wajar dan biasa bagi kami,dan itupun ku lihat pada mereka semua. Teman-teman yang berstatus sama denganku.
Tiga tahunpun berlalu,hari-hari terahir menjelang kepulanganku ke Indonesia,di sebuah taman tempat kami biasa berkumpul membawa pasien kami,ku lihat ada yg aneh dari biasanya,ada seorang gadis kampung yang mengenakan pakaian hijab ala Arabian.
Assalamu’alaikum mba..! “sapanya penuh keramahan.
Sok suci banget ni anak,hari gini,di Taiwan pake jilbab,nggak gerah apa ya..? “pikiran sirik ku saat itu.
Hai,waalaikumsalam..! “jawabku seenaknya.
Mbak orang indo ya,,? Indonya mana..? tadi aku kira orang Taiwan lo..! jaga apa mbak..? “rentetan peluru pertanyaan memberondongku dari bibirnya yang tersenyum penuh persahabatan. Tapi tidak terasa bagiku saat itu,karena yang ada dalam benakku waktu itu adalah,seorang munafik berkedok ibu nyai,dan julukan itu ahirnyapun kami berikan untuknya. Kami sering mengucilkannya. Kami merasa dia aneh dan katrok, (bahasa kerennya).
Hati-hati sama dia,biasanya yang kayak gitu malah lebih parah dari kita..!! “pernah satu dari teman ku terceletuk kata itu.
Astagfirullohal’adzim…hatiku bagai tertusuk ketika mengingat saat itu. Sungguh jiwaku tertutup dengan segala indahnya dunia. Yang sesungguhnya tak satupun yang akan kekal menjadi milikku. Dan kini sungguh ku sadari,bahwa gadis katrok itu sesungguhnya adalah sebuah permata. Sungguh aku telah berdosa padanya,semoga dia memaafkanku dan Tuhan mengampuniku. Aamiin..(do’aku saat ini).
Tiga tahun berlalu,ku tinggalkan Taiwan tanpa beban dan tanpa dosa. Membawa tumpukan kerinduan yang terpendam,aku mengantri di bandara untuk memasuki pasawat yang akan menerbangkanku menuju Indonesia tercinta. Hari-hari terasa begitu indah ketika bersama keluarga,dan saat-saat itu menjadikanku bagai seorang putri yang paling bahagia sedunia. Sungguh aku lupa,bahkan tak tau bagaimana cara untuk bersyukur. Aku tak menyadari bahwa semua yang ku miliki dan aku nikmati adalah tak luput hanya karena pemberianNYA. Aku merasa bahwa semua samata-mata hasil jerih payahku,dan aku berhak mendapatkannya. Dua bulan berlalu,dan aku hampir lupa bahwa aku harus segera mendatangi kembali negri Formosa itu. Karena janjiku pada sang boss yang telah mengurus proses Direct Hiring untukku. Kembali ku tinggalkan kedua buah hatiku serta orang-orang tercinta dengan perasaan luluh lantak. Pernah dalam hati aku mengeluh,”mengapa harus aku..?mengapa aku harus begini..? mengapa tak seperti mereka yang bisa menikmati semua tanpa berpisah dengan orang-orang tercinta. Dan pikiranku kembali melayang mengunjungi teman-teman keciku dulu. Setelah lulus SMA mereka bisa kuliah,menjadi pegawai,pengusaha,bahkan beberapa menjadi dosen hebat. Mengapa jalan hidup mereka begitu mulus dan tertata rapi. Sedangkan aku..? Lagi-lagi aku mulai menyalahkan orang lain. Orang tuaku yang tak mampu memberikan semua itu. Ibuku yang waktunya tak pernah terbagi untukku. Bagiku setiap penderiaanku adalah tanggung jawab dari orang lain.
Memasuki hari-hari baru kembali di Formosa. Negri pemasok terbesar bagi ekonomi keluargaku. Tak jarang aku membanggakan dan menyanjung negri ini,dan membandingkannya dengan negriku sendiri. Dan pastinya aku lebih menemukan semua kebaikan di sini,serta segala kekurangan di negriku Indonesia. Sungguh dho’if bukan..?
Tahun ke empat mulai ku tapaki,hari-hari mulai bermakna saat ku buka hatiku untuk mengikuti sebuah pengajian di salah satu majelis taklim on air.Sebenarnya aku tak tertarik,hanya sekedar iseng,dan tak enak menolak ajakan teman,ahirnya akupun berbaur di dalamnya. Dan terkadang akupun merasa bosan,karena bagiku tak ada yang istimewa. Dari sekedar keisengan itulah aku menjadi terbiasa. Dari subuh sampai tengah malam,telingaku mulai terbiasa dengan siraman rohani dan ayat-ayat suci. Bagaikan batu yang setiap detik tertetes dengan air,hatikupun mulai tergerak. Mulai belajar memahami,mengerti,dan bertanya pada sisi hatiku yang terdalam,”apa sebenarnya yang aku inginkan”..? Dan serta merta bibirku berucap,”aku harus berubah..!”
Waktupun terus berlalu,dan aku telah menikmati hari-hari menyenangkan bersama sahabat-sahabat baruku itu. Kami bagaikan keluarga yang saling membantu dan mengisi. Teringat cerita motivasi dari seorang kakek yang meminta sekeranjang air pada cucunya. Sekian lama sang cucu berlarian dari sungai membawa sekeranjang air ke hadapan kakeknya. Tapi tak setetes airpun tersisa . Sang cucu berkata bahwa semua itu adalah pekerjaan yang sia-sia. Kemudian sang kakek menjelaskan bahwa hasil dari apa yang di lakukan cucunya tersebut adalah keranjang yang telah bersih tanpa dia mencucinya. Yah,,begitulah perumpamaannya. Mungkin itu pula yang terjadi padaku. Tapi apakah hatiku telah bersih..? ternyata tidak..! Aku yang masih bangga dengan segala kelebihanku,tersanjung dengan setiap pujian teman-temanku, memandang remeh orang yang punya kekurangan dariku,dan bahkan merasa lebih dari teman-temanku. Perasaan itu sungguh tak mampu ku pungkiri,meski bibirku tak pernah mau mengakuinya. Ya..sekali lagi itulah aku. Sama sekali belum memahami apa sebenarnya perasaan yang bertitel SYUKUR itu.
Sampai di suatu subuh kala itu,jam 4:00 pagi keluarga kecil kami biasa saling membangunkan untuk dzikir pagi.,tentu saja dengan saluran on air. “”subhanallohi ‘adada kholqihiiii..”””alunan merdu neno warisman terdengar di seberang sana,menunggu sang pemilik nomer mngangkat handphonnya.
Halo assalamu’alaikum,”terdengar suara yang masih menahan kantuk dari sahabat kami. Mbak retno wa’alaikumsalam,ayo bangun,dzikir al-matsurot,kita tugas lo pagi ini,harus kompak ya..!”suara jawaban dari teman kami. Begitulah tradisi kami,harus serempak di saat menjalankan tugas. Malah mungkin serempaknya Cuma di saat mendapat tugas saja,(hehe ngaku.)
Iya mbak ismi,aku ambil air wudlu dulu ya,”jawab mbak retno yg tanpa mematikan hp,membawa langkahnya menuju kamar mandi. Waktu selanjutnya terdengar gemericik air yang terus mengalir,ada lamat-lamat terdengar suara rintihan tapi tak sedikitpun ada kecurigaan kami,karena suara gemericik air yg lebih jelas terdengar. Beberapa saat suara air itu tak kunjung henti,sampai ahirnya kami memutus saluran telepon tersebut. Kami pun melanjutkan rutinitas kami seperti biasa.
Siang hari itu,sekitar jam 14:00,salah seorang teman kami mendapat panggilan dari nomer mbak retno,ketika di angkat bukan suara mbak retno yang terdengar,yaitu suara bosnya yang menjelaskan bahwa sang pemilik nomor,saat itu sedang berbaring di ruang ICU,koma,berjuang melawan maut,dan sang bos pagi tadi menemukan dia pingsan di kamar mandi.Satu syaraf di otaknya tersumbat,dan dokter telah memvonis stroke. Keluarga kecil kami berduka,langitpun tertutup awan pekat waktu itu.
Dan yang benar-benar tak ku mengerti,kejadian itu menjadi pukulan berat bagiku, Seketika bagaikan ada desakan kuat mendongkrak jiwaku. Tapi aku tak tahu perasaan apakah itu. Seorang yang baru beberapa jam sebelumnya,berceloteh riang bersama kami,dalam waktu yang begitu singkat telah kehilangan segalanya. Apakah ini cobaan..? ataukah hukuman..? Aku begitu ketakutan. Aku bersimpuh,bersujud,memohon dan meronta. Ya Allah...jangan aku..! Jangan KAU limpahkan padaku..! Jika itu terjadi padaku,bagaimana anak-anakku,keluargaku..? Ya ALLAH sungguh aku memohon kepadaMU..! Saat itu juga hilang semua kesombongan dan keangkuhanku. Sesuatu bergemuruh menerjang keras memasuki lorong-lorong kalbuku. Dalam hitungann detik,aku tak menyadari apapun,hampa dan kosong. Entah pada detik yang keberapa perlahan aku mulai mampu menguasai kembali perasaanku. Meraung aku dalam tangisku,ketika ku dapati bahwa semua yang ada pada diriku,masih utuh tak beurbah,apapun masih terekam jelas dalam memori ingatanku,dan untuk pertama kalinya aku benar-benar menyadari,bahwa Tuhan sungguh mencintaiku. Terimakasih Ya Allah,dengan segala perasaan akupun kembali bersujud.
Sahabatku yang tergolek lemas di ICU,sepatah katapun tak mampu terucap,bacaan syahadat dan ayat-ayat suci yang setiap hari di dengarpun tak mampu menjangkau ingatannya. Surat al-fatehah yang minimal selalu di lafalkan sehari lima waktu,tak satu ayatpun terselip dalam ingatannya,hanya airmata yang terus bergulir dari sudut retinanya. Sungguh kami tak sanggup menebak apa yang ada dalam benaknya. Di setiap kesempatan keluarga kecil kami menyempatkan diri untuk do’a bersama,memohon dengan tulus suatu keajaiban untuknya. Tak jarang semua mata kami mencucurkan air kesedihan,dan pengharapan agar kami tak mengalami hal menakutkan itu. Hari demi hari terlewati,dan kami percaya Allah tak pernah ingkar janji. Mu’jizat telah datang,dan sahabat kami mulai sadarkan diri,perlahan dan pasti cobaan itu telah terlewati. Sungguh air mata keharuan kembali bertumpah ruah,dan syukur kepadaNYA tak henti kami panjatkan. Sri retno yulianti. Dialah perantara ,munculnya pelangi kiriman Allah yang menghadirkan cahaya. Pelangi yang justru muncul di tengah belantara. Sungguh tiada yang tidak mungkin bagi sang penguasa jagad raya. Hidayah itu hadir di tengah jutaan orang-orang non muslim,hidayah untuk seorang retno,aku,dan mungkin masih banyak lainnya. Pelangi yang mengajari kami untuk mencoba menjadi muslimah qorry dan pejihad fi sabilillah di negri Taiwan ini.
Mengingat kisah sahabatku,di saat malam sunyi,ketakutan itu juga belum mau beranjak meninggalkanku. Ketakutan yang sering membuatku menangis,memohon dan merajuk,agar Allah mengampuni segala dosa-dosaku tanpa memberiku hukuman. Aku yang selama ini merasa hebat,yg dalam hati di kuasai kesombongan,sungguh begitu rendah dan hina di hadapanMU. Aku yang hanya bersujud ketika meminta sesuatu,dan akan melupakan setelah mendapatkannya. Aku yang lupa,bahwa setiap inci dan titik tubuhku adalah karunia terbesarMU. Kini baru ku sadari,entah apa yang terjadi bila satu dari trilyunan syaraf dan otot di tubuh ini tak mampu menjalankan tugasnya. Semakin terpuruk,ketika mengingat setiap kejadian di masalalu. Aku sadar dosaku tak mudah terampuni,taubatku tak pantas di terima,dan surga tak berhak aku dapatkan. Tapi aku akan tetap memohon dan tak henti memohon. Ampunilah ya ALLAH.
Teringat juga cobaan yang menimpa ibuku,yang harus menjalani operasi karena penyakitnya,sungguh menambah hukuman bagiku. Ibu yang selalu berjuang untukku,dan yang hanya ku lihat kekurangannya. Baru kini ku sadari begitu pentingnya beliau bagiku. Betapa aku tak ingin kehilangan setitikpun dari semua yang aku miliki. Dan semua itu telah ku temukan disini. Di tengah hiruk pikuk kehidupan orang-orang non muslim. Pelangi itu ahirnya muncul di penghujung hujan di pagi hari. Pelangi yang membuatku mulai terjangkiti virus katrok dari gadis kampung itu. Dan yang ku sadari aku tak pernah menyesal terjangkit virus ini,bahkan aku begitu menyukainya. Aku yang tak memelihara lagi rasa gengsi,yang tak resah lagi apabila di bilang munafik,aku tak takut..karena aku yakin,hatiku tidak sedang berpura-pura. Semoga pelangi ini akan menyongsong matahari tanpa awan,yang akan menerangi setiap langkahku. Kemanapun kaki ini membawanya,dan di manapun tempatku berada. Pelangi yang telah memberiku banyak pelajaran tentang bagaimana cara bersyukur.
Terimakasih ya ALLAH..telah kau turunkan pelangi ini untukku,telah kau ajari aku cara memujamu.Terimaksih ibu..telah kau lahirkan aku dengan segala kebaikan,sungguh ridhomu adalah jalan terangku,dan sungguh surgaku ada pada telapak kakimu. Terimakasih sahabatku Sri RetnoYulianti,yang menjadi tokoh utama karyaku,dan perjuanganmu membawa pelangi itu untukku. Terimakasih majelis Al-bashor arridho yang telah mengirim jiwa-jiwa mulia. Terimakasih UT Taiwan,yang menghadirkan sahabat luarbiasa. Terimakasih semua orang-orang terdekatku,orang-orang tercintaku.Inspirasi dan motivasi tak pernah luput dari kalian semua. Terimakasih dan sujud syukurku padaMU Ilahi Robbi.Alhamdulillahirobbil’alamiin.